Di dunia ini, dikenal 2 sistem pemilu yang digunakan
untuk menempatkan wakil dari masyarakat ke pemerintahan, yaitu sistem distrik
dan proporsional. Untuk pengertian dari masing-masing sistem diatas akan
diuraikan dibawah ini.
Sistem Distrik
Dalam sistem distrik, jumlah penduduk di suatu wilayah akan sangat berpengaruh terhadap wakilnya. Karena di sistem distrik, daerah pemilihannya berbasis pada jumlah penduduk. Lalu dalam sistem ini pula, daerah pemilihannya cenderung kecil karena hanya berupa distrik. Sehingga jumlah daerah pemilihan akan sangat banyak, terutama jika sistem ini diterapkan di negara yang wilayahnya sangat luas. Lalu seorang caleg yang akan mewakili daerahnya haruslah berasal dan berdomisili di daerah pemilihan tersebut. Jika ada caleg yang berasal dari luar daerah akan cukup sulit untuk mendapat suara, karena masyarakat kurang mengenalnya. Jadi seorang caleg haruslah memiliki kualitas dan tingkat kepopuleran yang cukup tinggi di masyarakat.
Caleg juga haruslah diajukan oleh pemilih, baik melalui partai atau tanpa partai (independen). Jika seorang caleg terpilih, maka ia harus bertanggung jawab kepada rakyatnya baik secara langsung maupun melalui partai. Partai-partai kecil juga lebih dirugikan, karena suara pihak yang kalah tidak dihitung dan tidak memunkinkan terjadinya koalisi. Yang terakhir, dalam sistem distrik cenderung mengarah pada sistem desentralisasi karena wakilnya sangat loyal kepada partai maupun pemilihnya sehingga menimbulkan keterbukaan pertanggungjawaban wakil kepada daerah yang diwakili.
Sistem Proporsional
Sistem proporsional ada beberapa sistem yang merupakan kebalikan dari sistem distrik. Dalam sistem proporsional jumlah penduduk di suatu wilayah tidak berpengaruh terhadap jumlah wakilnya di pemerintahan. Daerah pemilihan juga cukup luas (setara propinsi di Indonesia) sehingga membuat jumlah daerah pemilihan tidak sebanyak pada sistem distrik. Caleg yang akan maju menurut sistem proporsional ini tidaklah harus berasal dari daerah pemilihan, melainkan dapat berasal dari daerah lain.
Jika di sistem distrik seorang caleg dapat maju secara independen, maka di sistem proporsional caleg harus diajukan oleh partai dan jika terpilih maka caleg memiliki pertanggungjawaban pada partai yang mengusungnya. Partai-partai kecil akan sangat senang jika sistem proporsional diterapkan karena mereka tidak akan dirugikan sebab suara semua partai akan tetap dihitung dan bisa berharap mendapat kursi di legislatif. Hal ini membuat peluang untuk menjalankan pemerintahan koalisi sangatlah terbuka karena partai-partai kecil biasanya akan berkoalisi dengan partai pemenang pemilu. Di sistem proporsional ini lebih mengarah pada pemerintahan sentralistik karena para caleg lebih loyal kepada partai yang mengusungnya. Akibatnya pertanggungjawaban politik kurang ditekankan.
Itulah tadi penjelasan mengenai sistem distrik dan sistem proporsional dalam pemilu. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga bisa disesuaikan dengan kondisi suatu negara.
Description: Sistem Pemilu Distrik dan Sistem Proporsional
Rating: 4.5
Reviewer: Unknown -
ItemReviewed: Sistem Pemilu Distrik dan Sistem Proporsional
Sistem Distrik
Dalam sistem distrik, jumlah penduduk di suatu wilayah akan sangat berpengaruh terhadap wakilnya. Karena di sistem distrik, daerah pemilihannya berbasis pada jumlah penduduk. Lalu dalam sistem ini pula, daerah pemilihannya cenderung kecil karena hanya berupa distrik. Sehingga jumlah daerah pemilihan akan sangat banyak, terutama jika sistem ini diterapkan di negara yang wilayahnya sangat luas. Lalu seorang caleg yang akan mewakili daerahnya haruslah berasal dan berdomisili di daerah pemilihan tersebut. Jika ada caleg yang berasal dari luar daerah akan cukup sulit untuk mendapat suara, karena masyarakat kurang mengenalnya. Jadi seorang caleg haruslah memiliki kualitas dan tingkat kepopuleran yang cukup tinggi di masyarakat.
Caleg juga haruslah diajukan oleh pemilih, baik melalui partai atau tanpa partai (independen). Jika seorang caleg terpilih, maka ia harus bertanggung jawab kepada rakyatnya baik secara langsung maupun melalui partai. Partai-partai kecil juga lebih dirugikan, karena suara pihak yang kalah tidak dihitung dan tidak memunkinkan terjadinya koalisi. Yang terakhir, dalam sistem distrik cenderung mengarah pada sistem desentralisasi karena wakilnya sangat loyal kepada partai maupun pemilihnya sehingga menimbulkan keterbukaan pertanggungjawaban wakil kepada daerah yang diwakili.
Sistem Proporsional
Sistem proporsional ada beberapa sistem yang merupakan kebalikan dari sistem distrik. Dalam sistem proporsional jumlah penduduk di suatu wilayah tidak berpengaruh terhadap jumlah wakilnya di pemerintahan. Daerah pemilihan juga cukup luas (setara propinsi di Indonesia) sehingga membuat jumlah daerah pemilihan tidak sebanyak pada sistem distrik. Caleg yang akan maju menurut sistem proporsional ini tidaklah harus berasal dari daerah pemilihan, melainkan dapat berasal dari daerah lain.
Jika di sistem distrik seorang caleg dapat maju secara independen, maka di sistem proporsional caleg harus diajukan oleh partai dan jika terpilih maka caleg memiliki pertanggungjawaban pada partai yang mengusungnya. Partai-partai kecil akan sangat senang jika sistem proporsional diterapkan karena mereka tidak akan dirugikan sebab suara semua partai akan tetap dihitung dan bisa berharap mendapat kursi di legislatif. Hal ini membuat peluang untuk menjalankan pemerintahan koalisi sangatlah terbuka karena partai-partai kecil biasanya akan berkoalisi dengan partai pemenang pemilu. Di sistem proporsional ini lebih mengarah pada pemerintahan sentralistik karena para caleg lebih loyal kepada partai yang mengusungnya. Akibatnya pertanggungjawaban politik kurang ditekankan.
Itulah tadi penjelasan mengenai sistem distrik dan sistem proporsional dalam pemilu. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga bisa disesuaikan dengan kondisi suatu negara.
0 Response to "Sistem Pemilu Distrik dan Sistem Proporsional"
Post a Comment